HUBUNGAN INDUSTRIAL GLOBAL DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERBASIS PANCASILA


1212000139 Moch Ainur Rofi

untag-sby.ac.id


SEJARAH HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA 

Pada masa-masa pergerakan kemerdekaan, karena pengaruh dari perjuangan politik waktu itu, maka hubungan industrial lebih banyak berorientasi pada masalah-masalah sosial politik daripada masalah sosial ekonomi. Hal ini tercermin dari gerakan serikat pekerja yang tidak hanya bertujuan melindungi kepentingan anggotanya, akan tetapi juga bertujuann untuk perjuangan kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, terutama pada periode tahun lima puluhan, di mana dalam bidang politik, Indonesia melaksanakan demokrasi parlementer yang berlandaskan demokrasi liberal, maka hubungan Industrial tidak luput dari pengaruh sistem politik tersebut. Hal itu tercermin dengan dengan berkembangngnya bermacam-macam hubungan industrial yang berasaskan paham liberal dan yang berasaskan teori perjuangan kelas yang mengikuti paham Marxisme. Dalam periode ini betul-betul terdapat keanekaragaman baik dari sistem yang dianut maupun dari praktik hubungan industrial sehari-hari. Dalam periode ini sering terjadi penyelesaian perbedaan pendapat dengan jalan mengadu kekuatan antara pekerja dan pengusaha. Penutupan perusahaan maupun pemogokan adalah senjata masing-masing pihak untuk memaksakan kehendak masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, sukar sekali menciptakan kerukunan dan kerja sama antara pengusaha dan pekerja di perusahaan. Suasana kurang kondusif tersebut diperparah dengan persaingan serikat-serikat pekerja dalam perusahaan. Kondisi seperti itu makin berkembang dan baru mulai membaik pasca-kegagalan pemberontakan G 30 $ PKI 1965. 

APA ITU HIP

HIP adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manivestasi dari keseluruhan sila-sila dari Panasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. 

Pentingnya pengembangan HIP bagi pemerintah Orde Baru 

Bahwa pemerintah Orde Baru jelas bertekad menerapkan Pancasila dan UUD 1945 di setiap aspek kehidupan bangsa.

Bahwa dalam sejarah sebelum pemerintah Orde Baru telah diterapkan sebagai sistem hubungan perburuhan, baik yang berdasarkan paham demokrasi liberal maupun yang berdasarkan ajaran komunis, asas-asas perburuhan pada masa orde lama selalu berusaha mempertahankan dan mementingkan masing-masing pihak (pekerja dan pengusaha). 

Bahwa karena pembangunann ekonomi itu memerlukan suasana yang stabil baik politik maupun keamanan maka perlu adanya jaminan ketenangan kerja dan usaha agar proses produksi pun juga stabil. 

Atas dasar hal-hal tersebut di atas maka pemerintah Orde Baru mengembangkan suatu hubungan industrial yang disebut Hubungan Industrial Pancasila. Sebagai tindak lanjut dari pengembangan HIP maka pada bulan Desember 1974 dilakukan pertemuan dalam bentuk seminar yang dihadiri para pengusaha, pemerintah, wakil-wakil serikat pekerja, kalangan perguruan tinggi untuk membuat konsensus, yaitu menetapkan pokok-pokok HIP dan mereka juga bersepakat untuk melaksanakan HIP. Sedangkan sebelumnya (tahun 1973) dibentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). 

TUJUAN

 Berdasarkan hasil Seminar Nasional Hubungan Industrial Pancasila yang diselenggarakan tahun 1974 dikemukakan tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah “Mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketenteraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi, dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia.”

Dengan demikian jelaslah tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah: 

Menyukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur. 

Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kadilan sosial. 

Menciptakan ketenangan, ketenteraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. 

Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabatnya


landasan yang digunakan HIP adalah:

landasan idiil, yaitu Pancasila yang artinya sila-sila dari Pancasila harus ditafsirkan dan diterapkan secara terkait satu sama lain secara bulat dan utuh.

Landasan Hukum (Konstitusional), yaitu UUD 1945.

Landasan Struktural dan TAP MPR No 11 artinya dalam pola struktur pelaksanaan HIP berdasarkan dan mengacu pada P4.

Landasan Operasional: Garis-garis Besar Haluan Negara serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah di dalam program pembangunan. 

Hubungan Industrial Pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional, stabilitas nasional, meningkatnya partisipasi sosial dan kelanjutan pembangunan nasional.


Pokok-pokok pikiran dalam HIP adalah sebagai berikut:

Hubungan Industrial Pancasila didasarkan atas keseluruhan sila dari pada Pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Hubungan Industrial Pancasila meyakini bahwa kerja bukanlah hanya sekadar mencari nafkah, akan tetapi kerja sebagai pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Hubungan Industrial Pancasila pekerja bukan hanya dianggap sebagai faktor produksi belaka, akan tetapi sebagai manusia pribadi sesuai dengan harkat, martabat, dan kodratnya.

Dalam Hubungan Industrial Pancasila, pengusaha, dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, keyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.

Sesuai dengan prinsip musyawarah dan mufakat maka Hubungun Industrial Pancasila berupaya menghilangkan perbedaan-perbedaan dan mengembangkan persamaan-persamaan dalam rangka menciptakan keharmonisan antara pekerja dan pengusaha.

Dalam Hubungan Industrial Pancasila didorong terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan untuk itu seluruh hasil upaya perusahaan harus dapat dinikmati bersama oleh pengusaha dan pekerja secara serasi, seimbang dan merata. 


Asas untuk mencapai tujuan dalam HIP adalah:

Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya mendasarkan diri kepada asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, keseimbangan dan lain-lain.

Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya juga mendasarkan diri kepada asas kerja , yaitu:

Pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi yang berarti keduanya harus bekerjasama saling membantu dalam kelancaran usaha perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas.

Pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam menikmati hasil perusahaan yang berarti hasil perusahaan harus dinikmati secara bersama dengan bagian yang layak dan serasi.

Pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanggung jawab kepada bangsa dan negara, tanggung jawab kepada masyarakat sekelilingnya, tang- gung jawab kepada pekerja serta keluarganya dan tanggung jawab kepada perusahaan di mana mereka bekerja.


Sikap Mental dan Sikap Sosial HIP:

Untuk mewujudkan pokok pikiran dan tujuan dari Hubungan Industrial Pancasila maka diperlukan pengembangan dari :

Sikap sosial, yaitu: kegotong-royongan, toleransi, tenggang rasa, terbuka, bantu membantu dan mampu mengendalikan diri.

Sikap mental para pelaku Hubungan Industrial Pancasila, yaitu: sikap kemitraan, saling hormat menghormati, saling mengerti kedudukan peranannya dan saling memahami hak dan kewajibannya di dalam proses produksi.

Pihak pemerintah berperan sebagai pengasuh, pembimbing, pelindung dan pendamai.

Serikat pekerja bukan hanya penyalur aspirasi kaum pekerja tetapi serikat pekerja juga berkewajiban membawa kaum pekerja berpartisipasi dalam tugas – tugas 

Pihak pengusaha di samping diakui hak-haknya seperti: hak milik, walaupun mempunyai fungsi sosial dalam penggunaannya, hak untuk dapat mengembangkan usahanya serta laba usaha, hak untuk mengelola modalnya, walaupun kepentingan semua pihak dalam masyarakat harus diperhatikan. Pengusaha juga mempunyai kewajiban memberikan andilnya secara konstruktif terhadap peningkatan kesejahteraan pekerja serta membina asas-asas manajemen yang baik dalam rangka pembangunan nasional secara kese luruhan. 


MENGATASI KONFLIK KEPENTINGAN PENGUSAHA-PEKERJA DENGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Sarana-sarana utama menunjang terlaksananya HIP adalah:

Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit

Lembaga Kerjasama Bipartit penting dikembangkan di perusahaan agar komunikasi antara pihak pekerja dan pihak peng usaha selalu berjalan dengan lancar.

Lembaga Kerjasama Tripartit, sebagai forum komunikasi, konsultasidan dialog antara pengusaha, pemerintah dan pekerja.

Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) merupakan sarana yang sangat penting dalam mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila dalam praktik sehari-hari, sebab melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. 

Kelembagaan Penyelesaian Perselisihan Industrial

Perlu disadari bahwa sekalipun kerja sama bipartit dan tripartit telah terbina dengan baik dan kesepakatan kerja bersama telah pula diadakan. Lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan industrial perlu di tingkatkan kemampuan dan integritas personilnya.

Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara dan arbitrase P4DIP4P

Peratuaran Perundangan Ketenagakerjaan

Berfungsi melindugi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing.

Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah HIP.

Pendidikan Hubungan Industrial

Agar falsafah HIP difahami dan dihayati oleh masyarakat mak falsafah itu perlu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan.

Penyuluhan dan pendidikan mengenai HIP ini perlu dilakukan baik kepada pekerja, Serikat Pekerja maupun kepada pengusaha dan juga aparat pemerintah yang erat kaitannya deng masalah HIP.

Adapun beberapa masalah yang perlu diselesaikan HIP adalah:

Masalah Pengupahan

Upah merupakan masalah sentral dalam Hubungan Industrial karena sebagian besar perselisihan terjadi bersumber dari setiap negara mempunyai sistem hubungan industrialnya sendiri yang berdasarkan atas falsafah negara masing-masing. Apabila dalam perusahaan dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang adil akan dapat menciptakan ketenangan kerja, ketenangan usaha serta meningkatkan produktivitas kerja. Apabila dalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan di dalam perusahaan.

Karena kondisi ketenagakerjaan yang belum menguntungkan khususnya ketidakseimbangan yang menyolok dalam pasar kerja, yaitu penawaran tenaga kerja lebih besar dari permintaan tenaga kerja maka posisi tenaga kerja sangat lemah berhadapan dengan pengusaha. Akibatnya upah yang diterima pekerja sangat rendah terutama bagi pekerja lapisan bawah.

Pemogokan

Sekalipun hak mogok telah diatur dalam peraturan akan tetapi pemogokan akan merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Pemogokan merugikan semua pihak baik pekerja, pengusaha maupun masyarakat karena itu pemogokan harus dihindari dan kalau terjadi harus diselesaikan secara tuntas.

Di dalam falsafah HIP yang berdasarkan musyawarah mufakat, mogok bukanlah merupakan upaya yang baik dalam menyelesaikan penggunaannya. Namun demikian di dalam peraturan perundangan kita, hak mogok diakui dan diatur penggunaannya.Oleh sebab itu walaupun mogok secara yuridis dibenarkan akan tetapi secara filosofis harus dihindari.


POSISI PEKERJA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Permasalahan 

Persoalan perburuan adalah persoalan yang paling sering muncul di permukaan. Pengaduan pengaduan ke DPR banyak sekali dilakukan oleh pekerja yang merasa haknya diinjak-injak. Pengaduan ini pada umumnya berkisar pada persoalan upah yang tidak wajar, jaminan keselamatan kerja, jaminan sosial, upah lembur yang sebenarnya ada peraturannya tersendiri tetapi peraturan itu tidak jalan.

Dalam pengurusan masalah PHK, Bila kita simak realitas perburuhan sampai akhir PJP I terdapat beberapa kendala, yaitu: 

Pertama, perusahaan belum melaksankan ketentuan UU Perburuhan, khususnya ketentuan tentang upah sesuai kebutuhan fisik minimum (KFM) dan hanya mengikuti peraturan perusahaan sendiri yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang serta merugikan pihak naker.

Kedua, kurang efektifnya fungsi pengawasan yang dilaksanakan aparat Depnaker terhadap perusahaan-perusahaan.

Ketiga, masih sulitnya sikap keterbukaan pengusaha untuk menamPung aspirasi naker yang menghendaki pemberian upah berdasarkan Pertimbangan kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam ide HIP. 

Keempat, belum terlaksananya demokratisasi dalam hubungan kerja, khususnya mekanisme musyawarah dan mufakat untuk melaksanakan kesepakatan kerja bersama.

Kelima, pertumbuhan dan perkembangan industri yang pesat namun tidak didukung upaya peningkatan kesejahteraan naker, khususnya peningkatan upah dan jaminan sosial lainnya. 

Buruh dalam Sistem Perekonomian 

Dalam beberapa waktu belakangan ini timbul pendapat mengenai sistem ekonomi yang sesuai dengan keadaan dan lingkungan negara kita. Perbedaan tersebut timbul disebabkan adanya anggapan bahwa sistem ekonomi yang dianut pada saat ini terlalu menjurus kepada suatu sistem perekonomian tertentu yang secara tidak disadari melupakan keadaan masyarakat kita sendiri yang dapat berfungsi sebagai bahan dasar dari sistem perekonomian itu sendiri. 

Komentar